Produksi Bata Merah Tanjung Anom Merosot, Bukan Lantaran Munculnya Bata Hebel tapi Akibat Kekurangan Tenaga Kerja

Produksi Bata Merah
RODUKSI BATA MERAH: Pengrajin bata merah asal Desa Tanjung Anom Harun Arasyid saat menerima kunjungan dari perangkat desa setempat, Selasa (22/4/2025). (Credit: Zakky Adnan/Tangerang Ekspres)

BANTENEKSPRES.CO.ID, MAUK — Semakin sedikitnya minat masyarakat menjadi buruh pembuat bata merah, menyebabkan hasil produksi bata merah terus merosot.

Soalnya bukan karena banyak konsumen beralih menggunakan bata hebel tetapi lebih disebabkan kekurangan pekerja pembuat bata merah.

Bacaan Lainnya

Kondisi turunya produksi bata merah ini seperti yang dialami pengrajin bata merah bernama Harun Arasyid, warga Kampung Buaran Asem, RT 01 RW 04, Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten.

Ia merasakan hasil produksi bata merahnya semakin merosot, karena kekurangan sumber daya manusia (SDM) buruh pembuat bata merah. Dahulu, tuturnya, ia memiliki 4 lokasi produksi bata merah di Desa Tanjung Anom. Sekarang hanya tersisa 1 lokasi produksi, tepatnya samping kediamannya.

“Buruh pembuat bata merah tugasnya, ngulek atau ngadon tanah. Lalu, ada lagi yang nyetak bata merah sekaligus nyusun yang sudah jadi. Satu buah bata merah terima upah Rp150,” jelasnya, Selasa (22/4/2025).

Ia menuturkan, setiap buruh pembuat bata merah biasa paling sedikit dapat memproduksi 500, bahkan ada yang mencapai 1.000 buah bata merah per hari.

Kemudian setelah 20 hari, bata merah yang diproduksi akan dibakar. Sekali pembakaran di dalam susunan bata yang membentuk tungku bisa mencapai 20.000 buah bata merah. Penyusunan paling sedikit dimerjakan 6 orang.

“Sekali bakar, 20 ribuan buah bata merah. Pembakaran selama sehari semalam. Pakai kayu bakar,” tuturnya.

Jadi menurutnya, keberadaan bata hebel tidak terlalu mempengaruhi pemasaran penjualan bata merah. Order masih banyak yang memesan, tapi bata merahnya yang tidak ada karena kekurangan buruh pembuat bata merah.

“Saya jual bata merah seharga kisaran Rp800-Rp900 per buah. Kalau lagi ada yang butuh, bisa dijual mencapai Rp1.000 per buah. Bebas ongkir di sekitar utara Kabupaten Tangerang,” jelasnya.

“Ini saja bata yang ada sekarang, belum saya bakar-bakar selama 2 bulan. Padahal udah ada yang pesan dan berani kasih DP, tapi DP engga saya terima. Sebab cari yang ngebakar susah,” imbuhnya, seraya mengatakan pengusaha bata merah di desanya hanya tersisa sekitar 4 orang. (zky)

Pos terkait