“Kami ini punya akses ke lahan fasos fasum khusus RW 13 dan 15 dan itu digunakan untuk kegiatan SMAN 3 Tangsel dan kita tidak menuntut apa-apa, dan hanya menuntut anak-anak ini bisa berskolah di sini,” tutupnya. Sementara itu, warga RW 10, Dian berharap Dinas Pendidikan Banten untuk merevisi SPMB dan tidak perlu diadu dengan nilai tapi, menggunakan kuota domisili.
“Untuk apa aturan yang dibuat jika itu tidak menguntungkan warga sekitar,” ujarnya. Dian menambahkan, warga mengetuk dan mengajak pihak sekolah untuk bicara hati ke hati. Pasalnya, keberadaan sekolah di depan warga namun, tidak diterima dan tentu rasanya sakit.
“Saya tinggal di sini sejak 1992 dan sekolah sudah ada. Tapi, berdasarkan keterangan dari warga, SMAN 3 Tangsel ini dibangun karena persetujuan warga dan dibangun di atas lahan fasum,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala SMAN Kota Tangsel Aan Sri Analiah mengatakan, aksi tersebut merupakan hak warga sekitar yang mungkin putra-putrinya tidak diterima di SMAN 3 Tangsel.