TANGERANG,BANTENEKSPRES.CO.ID – Akademisi Perguruan Muhammadiyah Tangerang, Ahmad Syailendra menyoroti persoalan sampah khususnya di Tangerang Raya.
Syailendra mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan fatwa MUI no 41 Tahun 2014 Tentang pengelolaan Sampah untuk mencegah kerusakan Lingkungan. Menurut dia, Kementerian Lingkungan Hidup mempertimbangkan fatwa MUI tersebut.
“MUI sejak 2014 sudah mengeluarkan Fatwa larangan Buang sampah yang di tunjukkan untuk pemerintah, legislatif, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat termasuk lembaga pendidikan,” kata Syailendra saat ditemui, Rabu, 24 Desember 2025.
Menurut Syailendra, kajian MUi Pusat mengenai persoalan tata kelola sampah yang semakin semrawut hingga kini belum direalisasikan dan ditangani secara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah dan masyarakat.
Dalam rentang waktu lebih dari satu dasawarsa, kata Syailendra, tata kelola sampah tidak jelas arah kebijakan dan pelaksanaannya. Tumpukan sampah yang menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), belum lagi tumpukan sampah di pinggir jalan maupun di tengah lingkungan masyarakat hingga menjadi sambatan saluran air,
“Masalah sampah ini malah seperti masyarakat kita kehilangan akhlak yang baik dan rasa cinta terhadap lingkungannya memudar, hingga tak ada rasa lagi kepedulian terhadap alam yang dia tempati. Karena sebab tidak adanya upaya serius secara optimal penanganan sampah ini khususnya dari Kementerian Lingkungan Hidup,” tegas Syailendra
Dia juga menyebut, fenomena tersebut membuat MUI pusat kembali mengeluarkan Fatwa tentang yang mengharamkan membuang sampah di sungai, laut dan danau.
“Seharusnya Kementerian LH menyikapi fatwa MUI tersebut. Bahkan dalam musyawarah nasional yang di laksanakan Di Jakarta tanggal 20 – 23 November 2025 lalu, MUI mengeluarkan fatwa haram tentang yang mengharamkan membuang sampah di sungai, laut dan danau,” ujarnya.
Locus perhatian Fatwa MUI yang terbaru mengenai haramnya buang sampah di sungai, laut dan danau yakni terhadap masyarakat, pelaku usaha, lembaga Pendidikan, tempat Ibadah, tokoh Agama, pemerintah pusat, pemerintah daerah, legislatif
Syailendra memaparkan, pada 2025 lalu data nasional terdapat sekitar 35,01 Juta ton sampah. Jika di kalkulasi perhari pada tahun 2025, jumlah sampah ada sekitar 140.000 ton dengan jumlah sampah terbesar yakni sampah rumah tangga ada sekitar 34,4 persen.
Sedangkan jenis sampah terbanyak adalah sampah sisa makanan 41,60 persen. Sedangkan sampah plastik 18,71 persen. Untuk pengelolaan sampah pada tahun 2025 sekira 37, 67 persen atau 13,18 juta ton sampah berhasil di tangani. 61,22 persen.
“Sisanya lebih dari 21,43 juta ton masih belum teratasi dengan baik,” ujarnya.
Syailendra menjelaskan, pada oktober 2023 TPA Rawa Kucing, Kota Tangerang mengalami kebakaran hebat di atas lahan seluas 10 hektar.
Kemudian, pada 21 Februari 2003, TPA Leuwigajah, Jawa Barat, meledak akibat sampah yang tak dikelola dengan baik, peristiwa tersebut hingga menewaskan ratusan orang. Api yang timbul di area TPA umumnya diakibatkan oleh komponen seperti Gas Metana (CH4), Oksigen (O2), serta panas dari sampah elektronik, rokok, atau korek gas memantik api dan menimbulkan kebakaran.
Lalu pada Januari 2016, gunung sampah di TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, longsor hingga memakan korban jiwa seorang pemulung tewas.
Lalu, pada 7 November 2025, TPA Sumur Batu, Bantar Gebang, kembali longsor hingga beberapa truk tertimbun dan menyebabkan satu orang sopir mengalami luka-luka.
Kini, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengalami persoalan sampah. Tata kelola sampah di Tangsel kerap dianggap semrawut dengan jumlah sampah 500 ton per seharinya, terutama terkait kurangnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang memadai dan ketergantungan pada kerja sama dengan daerah lain yang kerap kali terkendala.
Syailendra menekankan, dalam mengatasi persoalan sampah diperlukan kesadaran seluruh pihak. Seluruh stakeholder seharusnya merespon dan menanganinya dengan baik
“Jika tidak di tangani dengan baik, akan menjadi bom waktu di kemudian hari. Kita tidak menginginkan kejadian yang hingga memakan korban jiwa akibat timbunan sampah yang longsor. Kita juga tidak menginginkan asap kebakaran TPA menjadi sumber penyakit ISPA,” kata Syailendra.
“Selain itu, kita juga tidak ingin terlihat biasa-biasa saja tata kelola sampah. Karena menurut buya hamka, kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja” tegasnya lagi.
Dia menambahkan, sejak keluar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2016 Kemudian Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, proyek pengelolaan sampah menjadi energi listrik tersebut belum berjalan secara maksimal.
“Terakhir Perpres PSEL merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 yang mengatur percepatan pembangunan Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) untuk mengatasi masalah sampah perkotaan, diharapkan adanya regulasi baru ini potensi sampah yang melimpah di negeri ini dapat segera tertangani dan di Kelola dengan baik, hingga tidak menyebabkan bencana alam dan sosial yang akut yang berulang-ulang terjadi,” pungkasnya.(*)
Reporter : Abdul aziz











