Emas yang Bermula dari Paspor yang Tak Terbeli, Kisah Pak Guru Adi Darmawan Leksono

Atlet Timnas Hoki indoor Adi Darmawan Leksono. Foto: Dokumentasi pribadi for bantenekspres.co.id

RAJEG, BANTENEKSPRES.CO.ID – Bagi banyak orang, paspor hanyalah tumpukan kertas untuk bepergian. Namun bagi Adi Darmawan Leksono, paspor pernah menjadi tembok raksasa yang meruntuhkan mimpinya.

​Tahun 2019 adalah masa paling getir bagi pemuda asal Desa Daon, Rajeg, Kabupaten Tangerang ini. Namanya sudah masuk daftar Pelatnas untuk SEA Games Filipina. Namun, ia harus dicoret. Alasannya bukan karena ia gagal di lapangan, tapi karena ia tak punya biaya untuk mengurus paspor.

Bacaan Lainnya

​”Dulu terkendala uang,” kenangnya singkat. Sebuah kalimat yang menyembunyikan perjuangan besar anak sulung dari pasangan Budi Leksono dan Ida Munawaroh ini, saat diwawancara, Selasa, 23 Desember 2025.

​Lahir di Jakarta, 22 April 1999, Adi sebenarnya adalah ‘anak bola’. Ayahnya adalah mantan pemain Persikota Tangerang. Bakat atlet itu menurun padanya, meski akhirnya berbelok arah.

​Adalah Pak Kusnadi, guru olahraganya di SMAN 14 Kabupaten Tangerang, yang ‘merayunya’ pindah ke cabang hoki. Dari sekadar ikut ekstrakurikuler karena ingin jalan-jalan ke luar daerah, Adi justru menemukan takdirnya.

​Kegagalan tahun 2019 tidak membuatnya berhenti. Justru, itu menjadi bahan bakar. Dari lapangan semen di sekolah hingga karpet biru turnamen Internasional, Adi membuktikan kelasnya. Bertarung di PON Papua (2021). Dan, membayar tuntas air matanya dengan Emas SEA Games Kamboja (2023).

Lalu, menutup tahun dengan kembali mengalungkan medali Emas SEA Games Thailand setelah menjalani TC panjang sejak Oktober 2024.

​Kini, Adi dan timnya adalah pahlawan yang membawa bendera Merah Putih berkibar di podium tertinggi Asia.

​Menariknya, saat melepas seragam Timnas, Adi kembali menjadi sosok yang bersahaja. Ia dikenal sebagai ‘Pak Guru’ atau Pelatih. Ia tetap kembali ke sekolah lamanya, SMAN 14, bukan sebagai bintang, melainkan sebagai pelatih yang sabar memoles bakat-bakat muda.

​Ia tinggal di rumah sederhana di Perum Daon Prima, tetap menjadi anak kebanggaan orang tuanya, dan tetap membawa satu pesan bagi murid-muridnya. “Jangan berhenti hanya karena keadaan. Kita harus tetap bermimpi,” ujarnya. (*)

Reporter: Zakky Adnan

Pos terkait