MAUK,BANTENEKSPRES.CO.ID – Kisah pilu perdagangan orang dengan modus janji pekerjaan kantoran bergaji fantastis di luar negeri kembali menimpa seorang Warga Negara Indonesia (WNI).
Abit Gunaevi, pemuda asal Kampung Nagrek, RT 04 RW 04, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, akhirnya berhasil lolos dari penyiksaan dan perbudakan diduga oleh sindikat penipuan daring (online scam) di Kamboja setelah empat bulan terperangkap.
Abit, begitu ia akrab disapa, lulusan SMKN 5 Kabupaten Tangerang, tergiur tawaran pekerjaan sebagai telemarketing dengan gaji bulanan menggiurkan mencapai Rp12 juta pada Februari 2025.
Namun, setibanya di Kamboja, kenyataan yang ia terima jauh dari harapan. Ia dibawa ke sebuah kawasan seperti asrama militer dan dipaksa menjadi budak online scam yang bertugas menipu sesama WNI.
Firman Hidayah, kakak kandung Abit, menceritakan kengerian yang dialami adik kandungnya. Abit dan belasan WNI lainnya dipaksa bekerja selama 14 jam sehari, mulai pukul 10.00 hingga 24.00 waktu setempat, hanya dengan dua kali jatah makan. Mereka ditargetkan melakukan penipuan, dan kegagalan pencapaian target berujung hukuman fisik.
”Kalau engga dapat target, Abit dihukum squat jump sambil gendong galon berisi air,” tutur pria yang akrab dipanggil Firman, kepada bantenekspres.co.id, menggambarkan penyiksaan yang dialami adiknya, Selasa, 2 Desember 2025.
Bahkan, Abit menyaksikan langsung pemandangan mengerikan, termasuk melihat dua mayat di dalam kerangkeng besi kecil saat diturunkan dari lantai atas. Korban diperlakukan layaknya budak yang dijual-beli, dengan biaya kepulangan ke Indonesia bisa mencapai Rp60 juta.
Setelah empat bulan disiksa secara fisik dan mental, Abit bersama sekitar 17 WNI lainnya sempat merencanakan pelarian, mencoba melompati pagar tembok setinggi tiga meter dan kabur menuju hutan perbatasan Thailand. Namun, upaya itu terasa berat karena penjagaan ketat yang dilengkapi senjata kejut listrik (stun gun) dan senjata api laras panjang.
Singkat cerita, Asa Abit kembali menemui titik terang setelah kakaknya, Firman, melaporkan nasib adiknya ke Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sejak Mei 2025.
Puncaknya, pada 3 Juli 2025, Abit bersama dua WNI lainnya berhasil diselamatkan oleh Kepolisian setempat dan kembali ke Tanah Air. Ia tak mengetahui nasib 15 WNI lainnya yang hingga kini belum diketahuinya.
Meski telah tiba kembali di Mauk, Tangerang, trauma akan penyiksaan di luar negeri masih menghantui Abit. Firman mengungkapkan, adiknya baru-baru ini menolak tawaran pekerjaan ke Korea Selatan meski disebut secara legal, itu menunjukkan dalamnya luka psikologis yang diakibatkan pengalaman pahit di Kamboja. (*)
Reporter: Zakky Adnan











