KABUPATENTANGERANG,BANTENEKSPRES.CO.ID – Namanya terukir abadi dalam sejarah Kabupaten Tangerang. Yan S Wiradinata, atau Iyan Sofyan Syah, sang maestro di balik alunan nada megah Lagu Mars Kabupaten Tangerang, sebuah karya yang bahkan diresmikan melalui Perda Kabupaten Tangerang Nomor 7 tahun 1991.
Banyak rentetan prestasi yang membuat banyak orang menundukkan kepala. Mulai dari bingkisan khusus Ibu Negara Tien Soeharto untuk lagu Bina Keluarga Balita (1991), Piagam Kehormatan dari Presiden SBY atas pengabdian 33 tahun sebagai guru (2008), hingga penghargaan dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah (2008).
Pria kelahiran Bandung, 16 Juni 1948, ini memiliki rekam jejak Internasional yang fantastis. Pada tahun 2007, ia menjadi tamu undangan istimewa Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej, untuk mengikuti Festival Seni di Bangkok dalam rangka ulang tahun Raja ke-80. Sebuah kehormatan yang melambangkan pengakuan global atas dedikasi dan keahliannya di bidang seni dan budaya.
Namun, kejayaan itu terasa jauh panggang dari api ketika menilik kehidupannya berdasarkan catatan wartawan pada Selasa, 16 November 2021, lalu. Yan S Wiradinata bersama istri dan seorang cucu diketahui tinggal di sebuah rumah kontrakan di Perumahan Griya Lebak Wangi Satu, Blok A1 nomor 9, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang.
Kontrakan seharga Rp6 juta per enam bulan itu hanya bisa dibayar dengan uang pinjaman dari seorang teman.
”Sekarang, sehari-hari saya rawat istri. Alhamdulillah, ada cucu tinggal dengan kami. Dia (cucunya) lagi kerja,” tutur Yan, saat ditemui wartawan, kala itu. Ia bercerita dengan getir, diselingi kenangan manis saat Mars Kabupaten Tangerang tercipta.
”Semoga, ujian yang Allah berikan ke saya segera berlalu,” harapnya, sebuah ungkapan hati yang menyentuh dari seorang tokoh besar yang seharusnya hidup berkecukupan.
Dalam kesederhanaan, Yan S Wiradinata sempat juga merenungkan nasib para seniman besar. Ia menyandingkan kisahnya dengan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya.
”WR Supratman pencipta lagu Indonesia Raya, meninggal di Jakarta, di rumah kontrakan yang nyaris tidak dikenal orang. Demikian Ketentuan Allah di luar dari dugaan,” tambahnya.
Perkataannya bukan sekadar curahan hati, melainkan refleksi ironis tentang bagaimana negara atau daerah kerap abai terhadap pahlawan-pahlawan budaya di masa senja mereka. Penghargaan tertinggi di tingkat daerah, Nasional, bahkan Internasional, seolah tak berbanding lurus dengan kesejahteraan hidupnya.
Sejak kisah ini mencuat pada akhir tahun 2021, keberadaan Yan S Wiradinata kembali menjadi tanda tanya. Setelah pengakuan atas jasanya dalam melestarikan seni budaya dan pengabdian panjangnya sebagai guru. Kini, publik bertanya, bagaimana kabar Yan S Wiradinata sekarang? Apakah Pemerintah Kabupaten Tangerang atau pihak terkait telah menjulurkan tangan untuk membantu sang maestro?
Penghargaan boleh jadi adalah sejarah. Namun, kemanusiaan adalah urgensi. Sosok yang karyanya telah menjadi warisan penting bagi Kabupaten Tangerang ini, sekadar kabarnya saja bak ditelan bumi. (*)











