SERANG,BANTENEKSPRES.CO.ID – Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) tengah mematangkan perencanaan program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) untuk tahun anggaran 2026.
Meski realisasi tahun ini mengalami peningkatan signifikan, kuota perbaikan untuk tahun depan diprediksi akan mengalami sedikit penurunan.
Kepala Bidang Perumahan DPRKP Banten, Suhadi mengatakan, pihaknya masih menghitung kemampuan anggaran untuk tahun depan. Jika pada tahun berjalan ini Pemprov Banten berhasil melakukan perbaikan terhadap 360 unit rumah, namun tahun depan angkanya menurun diproyeksikan berada di kisaran 300 unit.
“Tahun depan itu masih dinamis, kita rencanakan kurang lebih 300 unit. Mungkin akan menurun (dibanding tahun ini-red), tapi angkanya masih dinamis,” katanya, Selasa 25 November 2025.
Ia mengaku, rumah warga dengan kondisi tidak layak huni di Banten masih banyak yakni 200 ribu rumah. Sementara itu, usulan resmi yang masuk dan sudah memiliki By Name By Address (BNBA) tercatat lebih dari 8 ribu usulan.
“Setiap tahun kita anggarkan perbaikan, tahun ini ada 360 rumah. Alhamdulillah Desember harus beres semua. Namun yang membangun RTLH ini bukan hanya kita (Pemprov-red), tapi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota juga turut membangun,” jelasnya.
Ia menjelaskan Kabupaten Lebak dan Pandeglang masih menjadi wilayah dengan konsentrasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) tertinggi di Provinsi Banten. Apalagi dari 8 ribu usulan itu 50 persennya berasal dari Kabupaten Lebak.
“RTLH ini paling banyak di Pandeglang dan Lebak. Kalau kuota kita bagi rata, misal dari angka 360 unit tahun ini, mungkin 200 unitnya ada di Kabupaten Lebak. Ini karena usulannya saja yang masuk ke kita mencapai 4 ribuan dari sana,” ungkapnya.
Untuk tahun 2026, DPRKP akan melakukan validasi ketat sebelum pembangunan dimulai. Hal ini dilakukan untuk menghindari tumpang tindih (overlap) dengan program bantuan dari pusat, daerah, maupun dana CSR perusahaan.
“Setiap akan dibangun tentu akan kita validasi dulu,” tuturnya.
Bantuan terbatas ini pun hanya akan diberikan kepada mereka yang memiliki rumah dengan kondisi sangat parah atau berat. Pihak DPRKP memiliki tim untuk meninjau langsung kondisi rumah warga diusulkan.
“Untuk rehab kita akan survei ke lapangan, kalau rusak berat akan kita bangun total, kalau sedang kita batasi bantuannya sampai Rp41 juta, dan rusak ringan kita batasi juga Rp21 juta. Nanti ada tim yang menghitung tingkat kerusakannya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala DPRKP Banten M Rachmat Rogianto mengatakan, Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana terdapat tiga macam bencana, yaitu bencana alam, non alam, dan bencana sosial.
Kategori bencana sosial tersebut seperti masyarakat yang tidak bisa menyesuaikan dengan jaman, termasuk warga kemiskinan ekstrem. Jadi program ini diberikan kepada masyarakat yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem tersebut.
“Karena kita masuk ke (ranah-red) rumah, kita punya tugas bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rumah yang layak,” ungkapnya.
Adapun syarat mendapat bantuan pembangunan rumah, pertama masyarakat yang terdampak bencana memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa atau kelurahan, dan memiliki lahan sendiri minimal 6×6 atau 36 meter persegi.
“Karena yang akan kita bangun itu tipe 36 jadi minimal punya lahan 6×6, lebih baiknya punya lahan 8×8,” tuturnya.
Ia mengaku, untuk rumah yang dibangun dari awal itu sudah sesuai dengan kategori Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA), yaitu teknologi konstruksi yang digunakan untuk membangun rumah dengan cepat. RISHA merupakan salah satu solusi untuk menyediakan perumahan yang terjangkau dan tahan gempa.
“Bahkan kontruksi ini bisa bertahan dari gempa berskala 7 magnitudo,” paparnya. (*)











