Kasus Bullying di SMPN 19 Tangsel, Anak Berhadapan dengam Hukum Belajar dari Rumah

Papan bunga ucapan dukacita berjejer di depan pagar rumah orangtua almarhum Muhammad Hisyam di daerah Kampung Maruga Ciater, Serpong. Tri Budi/Bantenekspres.co.id

SERPONG,BANTENEKSPRES.CO.ID – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel memberikan pilihan belajar secara offline atau online kepada anak berhadapan hukum terduga pelaku kasus bullying atau perundungam di SMP Negeri 19 Kota Tangsel.

Hal tersebut dilakukan agar proses hukum yang dihadapi dapat berjalan baik dan proses belajar juga tetap bisa dilakukan oleh siswa dari rumah. Tujuannya tentu untuk pemenuhan hak anak untuk tetap mendapagkan pendidikan.

Bacaan Lainnya

Kabar duka datang dari dunia pendidikan di Kota Tangsel. Muhammad Hisyam (13), siswa Kelas 1 SMPN 19 Kota Tangsel meninggal dunia pada Minggu, 16 November 2025 sekitar pukul 06.00 WIB di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan.

Diketahui, Muhammad Hisyam menjadi korban bullying oleh temannya di SMPN 19 Kota Tangsel. Remaja yang biasa disapa Liam tersebut mengalami bullying atau perundungam pada 20 Oktober 2025. Dan pada Minggu, 16 November 2025 pagi meninggal dunia setelah menjalani perawatan selama 1 minggu di rumah sakit.

Berdasarkan keterangan dari keluarga korban, korban mengalami pemukulan di bagian kepala menggunakan kursi besi sekolah sehingga menyebabkan luka serius.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel Deden Deni mengatakan, pihaknya terus mendampingi siswa yang berhadapan dengan hukum tersebut. “Kemarin kami dampingi 4 siswa dan 2 guru ke Polres Tangsel terkait kasus bullying ini,” ujarnya kepada BANTENEKSPRES.CO.ID, Selasa, 18 November 2025.

Deden menambahkan, pihaknya berkoordinasi dengan Polres Tangsel dan terus bolak balik ke rumah korban dan juga memberi santunan kepada pihak keluarga.

“Sambil menunggu hasil dari polres, kami juga mendampingi anak-anak agar membantu polisi untuk mengungkap kasus tersebut biar jelas,” tambahnya.

Menurutnya, siswa yang diduga melakukan bullying diberikan pihihan dapat belajar offline maupun online atau zoom.

“Kami tawarkan kepada orangtua anaknya boleh masuk sekolah atau tidak. Kalau masuk sekolah tentu ada dampak psikis dan tentu dalam kondisi tidak normal. Mau masuk atau online silahkan saja,” jelasnya.

Menurutnya, agar kejadian tersebut tidak terulang lagi, Deden mengaku selama ini pihaknya telah melakukan berbagai cara. Salah satunya memiliki program Jaksa masuk sekolah dan kepolisian juga memberikan edukasi.

“Kan preventif sudah berjalan sejak beberapa tahun, misalnya Jaksa masuk untuk mengedukasi siswa siswi agar tidak melakukan bully dan lainnya,” ungkapnya.

“Yang jelas usaha kita sudah jauh hari dan maksimal untuk pencegajan kekerasan di sekolah itu. Jaksa masuk sekolah akan lebih lagi digencarkan atau dioptimalkan lagi, kalau mungkin durasinya ditambah,” tutupnya. (*)

Reporter: Tri Budi

Pos terkait