Raperda Tata Ruang Wilayah 2025-2045 Kota Tangsel Dibahas

Raperda Tata Ruang Wilayah 2025-2045 Kota Tangsel
Wali Kota Benyamin Davnie didampingi Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan menyerahkan draf Raperda RTRW Kota Tangsel 2025-2045 kepada Ketua DPRD Abdul Rasyid di Gedung DPRD Tangsel, Kamis 23 Oktober 2025. Foto : Miladi Ahmad/Bantenekspres.co.id

SETU, BANTENEKSPRES.CO.ID – DPRD Kota Tangsel melaksanakan rapat paripurna dalam rangka penjelasan Wali Kota Tangsel terhadap rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang tata ruang wilayah Kota Tangsel 2025-2045.

Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kota Tangsel Abdul Rasyid tersebut dihadiri wakil ketua dan anggota DPRD Kota Tangsel, Wali Kota Tangsel Benyamin Davine, Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan dan lainnya.

Bacaan Lainnya

Dalam sambutannya, Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie mengatakan, rencana tata ruang wilayah merupakan instrumen fundamental dalam
mewujudkan arah pembangunan ruang wilayah yang terencana, berkelanjutan, dan berkeadilan.

“Rencana tata ruang wilayah tidak hanya menjadi acuan dalam pengendalian pemanfaatan ruang tapi, juga sebagai dasar bagi penyusunan rencana pembangunan jangka panjang dan menengah daerah, serta acuan bagi penerbitan perizinan dan investasi,” ujarnya, Kamis, 23 Oktober 2025.

Pria yang biasa disapa Pak Ben tersebut menambahkan, Kota Tangsel telah memiliki dokumen perencanaan tata ruang yang telah diatur melalui Peraturan Daerah nomor 15 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah Kota Tangs tahun 2011-2031 sebagaimana telah diubah dengan Perda nomor 9 tahun 2019
tentang perubahan atas Perda nomor 15 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah Kota Tangsel 2011-2031.

Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 11 tahun 2021 tentang tata cara penyusunan, peninjauan kembali, revisi dan penerbitan persetujuan substansi rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten, kota dan rencana detail tata ruang, bahwa pemerintah daerah dapat melakukan peninjauan kembali terhadap peraturan daerah tentang tata ruang pada tahun kelima sejak diundangkan.

“Sehubungan Perda nomor 9 tahun 2019 tentang perubahan atas
peraturan daerah nomor 15 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah Kota Tangsel 2011-2031 sudah diaplikasikan 5 tahun sejak diundangkan, maka peraturan daerah tersebut perlu ditinjau kembali,” tambahnya.

Menurutnya, penyusunan Raperda rencana tata ruang wilayah tersebut telah melalui tahapan panjang. Mulai dari penyusunan kajian teknis, konsultasi publik, koordinasi lintas sektor, hingga konsultasi dan persetujuan substansi dari kementerian agraria dan tata ruangatau badan pertanahan nasional (ATR/BPN).

Seluruh proses tersebut dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan
akademisi, praktisi, pelaku usaha, serta masyarakat untuk memastikan bahwa arah tata ruang wilayah yang dirumuskan
benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Kota Tangsel.

“Beberapa muatan materi dalam Raperda rencana tata ruang wilayah Kota Tangsel 2025-2045 tersebut didalamnya terdapat muatan strategis yang
diamanatkan,” jelasnya.

Menurutnya, muatan strategis yang diamanarkan tersebut adalag telah menyesuaikan dengan kebijakan rencana tata ruang wilayah nasional
(RTRWN), rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dan proyek
strategis nasional (PSN).

Terdapat substansi rencana penyediaan ruang terbuka hijau sebesar 20 persen untuk publik dan 10 perseb untuk privat yang saat ini baru tercapai 8,58 persen yang dengan tahapan dan program strategis.

Pengintegrasian batas daerah menggunakan batas daerah yang telah ditetapkan melalui peraturan menteri dalam negeri dan telah dilakukan proses paduserasi dengan daerah berbatasan. “Terakhir pengaturan mengenai kawasan rawan bencana dan mitigasinya,” tuturnya.

Pak Ben mengugkapkan, dalam Raperda tentang rencana tata ruang wilayah Kota Tangsel tersebut terdapat 8 perubahan pokok yang meliput penyesuaian lingkup pengaturan, pembaruan tujuan, kebijakan, dan strategi sesuai RPJMD, serta kebijakan nasional tentang undang undang daerah khusus jakarta dan kawasan aglomerasi.

Lalu perubahan nomenklatur substansi, penyesuaian rencana struktur ruang, penyesuaian rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis kota, penyesuaian ketentuan umum zonasi. “Terakhir penyesuaian indikasi program pemanfaatan ruang yang sinkron dengan RPJPD dan RPJMD,” tuturnya.

Mantan Wakil Wali Kota Tangsel tersebut mengungkapkan, perubahan-perubahan tersebut diarahkan untuk memastikan keterpaduan perencanaan pembangunan, peningkatan kualitas lingkungan, dan penguatan daya saing wilayah Kota Tangsel ditingkat regional maupun nasional.

“Semoga rancangan peraturan daerah ini dapat menjadi pedoman dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Tangsel secara berkelanjutan, terarah, terpadu, dan selaras dengan kebijakan pembangunan nasional maupun provinsi,” harapnya.

Mantan pegawai Pemkab Tangerang tersebut mengaku, pihaknya mengajukan Raperda tersebut lantaran ada perubahan peraturan perundang-undangan dari pemerintah tingkat pusat hingga daerah.

“Juga ada beberapa perubahan kondisi strategis di lingkungan, selain soal perubahan Daerah Khusus Jakarta dan kita harus menyesuaikan karena kedepan pemerintah berkerja tidak bisa sendiri tapi, berkolaborasi dan bersinergi dengan daerah disekitarnya,” tuturnya.

Alasan selanjutnya adalah banyak perubaha substansi di Kota Tangsel yang harus diperbaharui, seperti soal ketersediaan ruang terbuka hijau. Dimana 20 persen untuk publik, 10 persen untuk privat dan sekarang baru sampai 10 persen dan itu dicantumkan dalam Raperda.

“Soal batas wilayah kita peenegasan kembali saja, sama Bogor, Depok dan Jakarta. Ini kaitannya dengan aglomerasi Jakarta, dan untuknya batasnya alam yakni sungai. Konsistensi kita untuk pertahankan RTH dan ini hasil kesepakatan dialog dengan pemangku kepentingan dan mereka punya kepentingan yang sama dan kita tegaskan dalam pengaturan rancangan Perda tentang eksistenti rencana tata ruang wilayah,” jelasnya.

Target RTH

Pak Ben menuturkan, RTH di Kota Tangsel saat ini baru 8,2 persen dan sesuai ketentuan harus 30 persen. Menurutnya, 30 persen tersebut terbagi 2, yakni untuk publik 20 persen dan 10 persen untuk privat.

“Aturannya begini, RTH hanya diakui bagi aset-aset hanya milik pemerintah tapi, tidak ditambah RTH milik swasta. Kalau itu ditambah tentu jumlahnya sudah banyak. Di kota, BRIN sudah sumbangkan lahan RTH. Sedangkan Stan dan Tanah tingal di Ciputat menyumbang sektor privat,” tutupnya. (*)

Pos terkait