SERANG, BANTENEKSPRES.CO.ID – Wali Kota Serang, Budi Rustandi, menegaskan komitmennya untuk menata kembali Pasar Induk Rau (PIR) meski menuai polemik di kalangan pedagang. Menurutnya, persoalan yang mengakar puluhan tahun di pasar terbesar di Kota Serang itu terjadi akibat adanya pembiaran, termasuk oleh oknum di internal pemerintah.
“Pasar Rau ini kan sudah bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, ada suatu oknum yang melakukan pembiaran, termasuk juga dari pemerintah. Hingga akhirnya seperti ini, jadi mengakar. Tapi insyaAllah pelan-pelan, dengan niat saya untuk membangun Pasar Rau, kita tidak akan menyerah untuk selalu menertibkan,” tegas Budi, Selasa 16 September 2025.
Budi juga menanggapi adanya dugaan keterlibatan oknum preman yang membekingi pedagang di Pasar Rau. Ia memastikan, jika terbukti ada praktik premanisme, maka pihaknya akan memproses secara hukum.
“Kalau misalkan ada preman dan terbukti, ya kita proses secara hukum. Sudah jelas instruksi dari presiden, kita membuat Satgas Anti Premanisme. Jadi silakan saja, nanti berhadapan dengan hukum. Kalau memang ada preman, akan ditindak tegas,” ujarnya.
Menurut Budi, keberhasilan penataan pasar membutuhkan kerja sama antara pemerintah, pedagang, dan masyarakat. “Kalau sudah jadi tempatnya, kalian pasti senang. Bayarnya murah, tempatnya rapi, bagus, tidak di pinggir jalan lagi, dan bebas dari pungli,” imbuhnya.
Ia menambahkan, salah satu alasan penting revitalisasi Pasar Rau adalah untuk menghindari praktik pungutan liar (pungli) dan peran oknum makelar. “Saya dapat info, pedagang sekarang bayarnya mahal banget. Kalau bayar ke pemerintah nanti murah banget. Tujuannya supaya pedagang bisa sejahtera. Itu niat tulus saya,” katanya.
Sebelumnya, Himpunan Pedagang Pasar Rau (Himpas) meminta agar rencana pembongkaran total pasar dikaji ulang, Namun Budi menegaskan kajian teknis sudah dilakukan, dan hasilnya menunjukkan sebagian bangunan tidak lagi layak.
“Silakan saja dikaji. Kita sudah kaji kok. Intinya begini, kajian itu menyatakan ada sisi bangunan yang kokoh dan ada yang tidak. Siapa yang mau ambil risiko kalau bangunannya rubuh? Kalau cuma direnovasi, uangnya habis terbuang. Makanya kita bangun dari nol,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, jika pembangunan ulang dilakukan, sistem sewa kios nantinya akan langsung di bawah pemerintah tanpa perantara pihak ketiga. Menurutnya, harga sewa juga jauh lebih murah dibandingkan dengan sistem kontrak yang berlaku saat ini.
“Informasinya sekarang ada yang mengontrakkan sampai Rp10 juta per meter. Itu berarti setahun bisa Rp300 juta. Kalau lewat pemerintah, cukup Rp6–7 juta setahun. Jauh lebih murah, kan?” ucapnya.
Budi juga menyoroti polemik soal status sertifikat yang kerap dijadikan dasar oleh pedagang. Menurutnya, sertifikat kios di Pasar Rau bukanlah hak milik, melainkan Hak Guna Bangunan (HGB) yang statusnya sudah habis.
“Sertifikat itu HGB, bukan hak milik. HGB itu tanah negara, aturannya jelas. HGB-nya sudah habis. Kemarin waktu audiensi dengan Ketua Satgas juga dinyatakan bahwa ini punya pemerintah, HGB mereka sudah habis,” jelasnya.
Budi menegaskan, sebagai pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL), dirinya tidak akan memperpanjang HGB. “Kecuali HPL-nya saya perpanjang, baru bisa. Tapi HPL masih dipegang saya, dan saya tidak akan memperpanjang. Saya akan bangun ulang untuk perubahan Kota Serang, untuk perubahan Pasar Rau, dan untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang,” katanya.
Lebih lanjut, Budi menyatakan tidak keberatan jika ada pihak yang ingin menggugat kebijakan pemerintah terkait Pasar Rau. Namun ia menegaskan, langkah pembangunan ulang pasar sudah sesuai aturan yang berlaku dan semata-mata untuk kepentingan pedagang.
“Kalau Himpas merasa punya dasar hukum, silakan gunakan. Mau gugat saya juga silakan, saya juga pegang aturan. Tapi yang pasti saya pertahankan ini demi masyarakat, demi pedagang yang benar-benar pedagang. Supaya ekonominya tumbuh, karena itu target kita,” tandasnya. (*)