CIPOCOK,BANTENEKSPRES.CO.ID – Dunia pendidikan di Kota Serang kembali tercoreng. Dugaan tindakan asusila yang melibatkan oknum guru SMP Negeri 9 Kota Serang kembali mencuat ke permukaan. Ironisnya, pelaku diduga melakukan aksinya saat kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, dengan korban tidak hanya satu, melainkan lebih dari satu orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Peristiwa memilukan ini terungkap setelah sejumlah korban yang kini telah lulus dari sekolah mulai berani berbicara dan melaporkan. Mereka menyampaikan pengakuan melalui orang dewasa yang mewakili mereka untuk membuat laporan resmi ke pihak sekolah. Laporan diterima pada 10 Juni 2025, dan menjadi awal dari pengusutan kasus ini.
Kepala SMPN 9 Kota Serang, Gaosul Alam, membenarkan adanya laporan tersebut. Ia mengaku baru mengetahui adanya dugaan tindakan asusila setelah laporan tersebut disampaikan kepada pihak sekolah.
“Laporan itu masuk tanggal 10 Juni. Para siswa saat masih sekolah memang tidak ada yang berani lapor. Baru setelah mereka lulus dan ada yang mewakili, barulah disampaikan kepada kami,” ujar Gaosul, Kamis 24 Juli 2025.
Menurut informasi dari pihak pelapor, tindakan asusila ini telah terjadi cukup lama, bahkan berlangsung selama korban masih aktif sebagai siswa. Korban laki-laki dan perempuan disebut sama-sama pernah menjadi peserta kegiatan ekstrakurikuler yang diasuh langsung oleh oknum guru yang kini telah dinonaktifkan.
Gaosul menjelaskan, kegiatan yang menjadi celah terjadinya pelecehan adalah ekstrakurikuler Pramuka yang berlangsung di luar jam pembelajaran, yakni sore hari usai KBM selesai.
“Kejadiannya itu sore, setelah KBM selesai sekitar pukul 15.00. Ekstrakurikuler berlangsung dari 15.30 sampai menjelang magrib. Di waktu itu, guru-guru sudah pulang. Jadi memang pengawasan kurang,” kata dia.
Terduga pelaku merupakan guru mata pelajaran prakarya yang juga menjabat sebagai pelatih kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. Begitu laporan diterima, pihak sekolah langsung mengambil tindakan cepat dengan memindah tugaskan guru bersangkutan.
“Kami gerak cepat. Guru itu sudah kami nonaktifkan sejak 14 Juli dan dipindah tugaskan ke SMP Satap Curug. Selanjutnya, proses ditangani oleh BKPSDM dan Inspektorat,” jelas Gaosul.
Dalam menghadapi kasus ini, pihak sekolah juga langsung melakukan evaluasi menyeluruh. Seluruh kegiatan ekstrakurikuler saat ini dihentikan sementara, dan sistem pendampingan diperketat.
“Saya sudah instruksikan, kalau ada eskul, harus ada wali kelas yang mendampingi. Kalau guru tidak bisa mendampingi, maka ekskul lebih baik tidak usah dijalankan dulu. Kita ingin memastikan kejadian seperti ini tidak terulang,” tegasnya.
Ia juga menyinggung soal sistem pelaporan yang selama ini dianggap masih belum maksimal. Meski Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) sudah terbentuk di sekolah, namun kesadaran dan keberanian siswa untuk melapor masih sangat terbatas.
“Selama ini sosialisasi kita lebih banyak menyasar kasus antara guru laki-laki dengan siswi perempuan. Tapi ternyata kenyataan lebih kompleks. Ada juga korban laki-laki, dan ini menjadi bahan koreksi serius bagi kami,” ungkapnya.
Gaosul menyesalkan bahwa pihak sekolah tidak pernah mencurigai pelaku sebelumnya, karena yang bersangkutan dikenal sebagai pribadi tegas dan aktif dalam kegiatan baris-berbaris.
“Kita berpikir positif karena kegiatan eskul-nya seperti baris-berbaris dan pramuka. Tapi ternyata di balik ketegasan itu, ada hal-hal yang tidak kita duga,” katanya lirih.
Mengenai proses hukum, saat ini pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya kepada instansi terkait. Proses klarifikasi dan investigasi tengah dilakukan oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) serta Inspektorat Kota Serang. Jika terbukti bersalah, sanksi pemecatan disebut akan menjadi langkah akhir.
Pihak sekolah berharap, kejadian ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi seluruh institusi pendidikan untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas siswa, terutama di luar jam pelajaran.
“Saya pribadi sangat prihatin. Ini jadi peringatan keras untuk lebih waspada dan tidak terlalu percaya begitu saja. Kita harus membangun sistem yang melindungi anak-anak kita,” tandasnya. (*)