PRIMA Apresiasi Diplomasi Ekonomi Presiden, Dorong Perdagangan yang Menguntungkan dan Merata

 Bendahara Umum DPP PRIMA, Achmad Herwandi.

SERANG,BANTENEKSPRES.CO.ID–Langkah diplomasi ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang berhasil menurunkan tarif ekspor sejumlah produk unggulan Indonesia ke Amerika Serikat mendapat apresiasi dari Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA). Penurunan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen dianggap sebagai langkah strategis untuk memperkuat daya saing produk nasional di pasar internasional, terutama dalam menghadapi kompetitor dari negara-negara Asia Tenggara.

Bendahara Umum DPP PRIMA, Achmad Herwandi, menyatakan kebijakan ini merupakan angin segar bagi sektor industri padat karya yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian rakyat, seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan produk berbasis karet.

Bacaan Lainnya

“Turunnya tarif ini bukan sekadar keuntungan dagang, tapi sinyal bahwa produk Indonesia mulai mendapat pengakuan lebih baik. Ini berpotensi membuka lebih banyak akses pasar dan memperkuat keberadaan industri nasional di tengah kompetisi global,” ujar Herwandi dalam keterangannya, Jumat 18 Juli 2025.

Mengacu pada data Kementerian Perdagangan, sepanjang tahun 2024 nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat tercatat sebesar USD 15,5 miliar. Dari angka tersebut, empat sektor penyumbang terbesar adalah tekstil (USD 4,2 miliar), alas kaki (USD 2,8 miliar), karet (USD 1,6 miliar), dan furnitur (USD 1,2 miliar). Sektor-sektor tersebut diketahui menyerap lebih dari enam juta pekerja langsung.

Herwandi memproyeksikan, jika laju pertumbuhan ekspor ke AS bisa didorong hingga 10–15 persen per tahun, maka potensi efek bergandanya sangat signifikan. “Kenaikan ekspor USD 2 miliar per tahun saja bisa menciptakan sekitar 300 ribu lapangan kerja baru, terutama di bidang manufaktur dan logistik,” jelasnya.

PRIMA juga menilai, dampak dari kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh pelaku industri besar, namun turut menyentuh sektor hulu dan pelaku UMKM yang menjadi bagian dari rantai pasok. Lonjakan permintaan produk ekspor, kata Herwandi, akan mendongkrak industri pendukung seperti produsen benang, kulit, kayu olahan, hingga layanan transportasi.

“Daerah-daerah seperti Jepara, Bandung, Solo, dan Medan sangat mungkin mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat akibat dorongan ekspor ini,” tambahnya.

Salah satu aspek penting yang juga disoroti PRIMA adalah kontribusi sektor tekstil dan alas kaki terhadap penyerapan tenaga kerja perempuan dan generasi muda. Herwandi menyebut lebih dari 60 persen tenaga kerja di sektor tersebut merupakan perempuan berusia 18 hingga 35 tahun.

“Ini bukan hanya tentang ekonomi, tapi juga keadilan sosial. Kebijakan ini bisa menjadi instrumen untuk menekan angka pengangguran muda dan memperkuat posisi perempuan dalam dunia kerja,” ungkapnya.

Meski begitu, PRIMA juga mewanti-wanti agar pemerintah tak hanya fokus pada peningkatan ekspor, tetapi juga memikirkan dampak dari pembebasan tarif impor produk Amerika. Menurut Herwandi, pembebasan tarif impor harus dibarengi dengan upaya memperkuat daya saing industri dalam negeri.

“Kalau kita tak hati-hati, justru pasar dalam negeri bisa dibanjiri produk impor murah. Pemerintah perlu menciptakan keseimbangan dengan insentif, proteksi sektor sensitif, serta pelatihan dan dukungan teknologi bagi pelaku usaha lokal,” ujarnya.

Tarif nol persen, lanjut Herwandi, seharusnya dimanfaatkan untuk mengimpor bahan baku dan peralatan industri dengan harga lebih murah. Namun jika industri lokal belum siap, hal ini bisa menimbulkan tekanan. “Kebijakan pelengkap mutlak diperlukan agar sektor dalam negeri tidak tumbang oleh persaingan,” tegasnya.

Lebih jauh, PRIMA menilai kebijakan ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menarik investasi dan relokasi pabrik dari negara lain. Menurut Herwandi, Indonesia kini memiliki daya tarik lebih kuat dibanding negara seperti Vietnam dan Tiongkok yang mulai ditinggalkan oleh sejumlah produsen global.

“Relokasi produksi ini bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk membangun basis industri yang lebih kokoh dan menciptakan lapangan kerja formal secara luas,” ujarnya.

Namun ia juga menekankan, pemerintah perlu memastikan bahwa kerja sama perdagangan ini menguntungkan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya investor besar.

“Prinsip keadilan harus tetap dijaga. Industri kecil dan menengah jangan dibiarkan berjuang sendiri di tengah arus perdagangan bebas,” tuturnya.

Menutup pernyataannya, Herwandi menegaskan dukungan PRIMA terhadap arah diplomasi ekonomi Presiden Prabowo. Menurutnya, ini merupakan langkah cerdas yang harus disertai dengan kebijakan lanjutan yang inklusif dan berkelanjutan.

“PRIMA mendukung penuh upaya Presiden dalam memperluas pasar ekspor. Tapi keberhasilan diplomasi ini harus dirasakan merata oleh rakyat, terutama pelaku industri kecil dan pekerja lokal,” pungkasnya. (*)

Reporter: Aldi Alpian Indra

 

 

Pos terkait