CILEGON, BANTENEKSPRES.CO.ID – Ribuan masyarakat Kota Cilegon mengikuti Istighosah Muharram 1447 H dan Haul Syuhada Geger Cilegon 1888. Acara yang dirangkaikan dengan pemberian bantuan sosial bagi anak yatim ini berlangsung di Alun-Alun Kota Cilegon, Rabu 9 Juli 2025 malam.
Walikota Cilegon, Robinsar, menyampaikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi kepada seluruh tamu undangan dan tokoh agama yang telah hadir dan mendukung kegiatan tersebut. “Kehadiran Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian adalah bentuk dukungan moral dan spiritual bagi kelancaran kegiatan ini serta bukti kecintaan kita kepada perjuangan para ulama dan kepedulian terhadap anak-anak yatim di Kota Cilegon,” ujarnya.
Robinsar juga menekankan bahwa peringatan Haul Geger Cilegon merupakan momen penting untuk mengenang keberanian dan keikhlasan para ulama serta pejuang dalam melawan ketidakadilan kolonial. “Perlawanan yang dipimpin para kiai dan ulama saat itu tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga kekuatan iman dan keikhlasan demi kehormatan agama dan martabat umat Islam,” tegasnya.
Selain itu, Robinsar menegaskan komitmen Pemerintah Kota Cilegon dalam membantu dan memuliakan anak yatim melalui bantuan sosial. “Saya mengajak kita semua untuk terus memuliakan mereka dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan materi, perhatian, kasih sayang, maupun doa, semoga bantuan yang diberikan dapat membawa keberkahan serta menjadi wasilah turunnya rahmat dan ridha Allah SWT bagi semua pihak,” pungkasnya.
Sementara itu, KH. Ahmad Muwafiq atau yang akrab disapa Gus Muwafiq dalam ceramahnya menyampaikan dua pesan utama yang saling berkaitan. “Berkumpulnya kita hari ini untuk memperingati dua peristiwa penting, pertama, tentang hijrahnya Rasulullah SAW sebagai simbol perjuangan dan transformasi diri menuju kebaikan, dan kedua, tentang para syuhada Geger Cilegon yang berjuang dan gugur demi kemerdekaan,” ungkapnya.
Ia juga mengaitkan momentum bulan Muharram dengan sejarah perjuangan keluarga Rasulullah SAW. “Bulan Muharram adalah bulan yang penuh makna, di mana kita mengenang kisah syahidnya Sayyidina Husain dalam membela kebenaran. Nilai itu sangat sejalan dengan perjuangan para ulama dan pejuang Geger Cilegon yang syahid melawan penjajahan demi kemuliaan agama dan bangsa,” tuturnya.
Dalam acara ini, H. Asep Sofwatullah Ketua Yayasan KH. Wasyid, berharap agar KH. Wasyid Bin H. Abbas, tokoh sentral dalam peristiwa Geger Cilegon 1888, dapat diangkat sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah pusat.
“Alhamdulillah, malam ini masyarakat Cilegon bersama-sama mengenang perjuangan para syuhada. Ini menjadi bukti bahwa semangat perjuangan KH. Wasyid dan para pejuang lainnya masih hidup di hati umat,” ujarnya.
Menurutnya, KH. Wasyid merupakan tokoh yang tidak hanya memimpin perlawanan bersenjata melawan kolonialisme, tetapi juga menghadirkan perlawanan berbasis nilai-nilai spiritual dan kebudayaan lokal.
“Beliau adalah sosok ulama dan pemimpin umat yang layak memperoleh pengakuan negara atas kontribusinya terhadap perjuangan kemerdekaan,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa Yayasan KH. Wasyid bersama para tokoh masyarakat, sejarawan, dan pemda telah mengupayakan pengajuan gelar tersebut sejak lama. Harapan besar ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, agar menetapkan KH. Wasyid sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan, November 2025.
H. Asep juga menyoroti karakteristik unik perlawanan Geger Cilegon yang menurutnya berasal dari rakyat biasa, bukan dari struktur kerajaan. “Banyak perlawanan lain muncul karena membela eksistensi kerajaan. Sementara di Cilegon, rakyat bersama para ulama bangkit karena iman, harga diri, dan kesadaran sosial tanpa dilatarbelakangi kepentingan kekuasaan,” jelasnya.
Di sisi lain, Ustaz Sunardi, Ketua Panitia kegiatan, dalam sambutannya menyampaikan bahwa peringatan ini mengajak masyarakat untuk merenungi dua peristiwa penting dalam sejarah. Hijrah Nabi Muhammad SAW dan Geger Cilegon 1888, yang keduanya diyakini mengandung semangat persatuan dan perlawanan terhadap ketidakadilan.
“Hijrah Rasulullah terjadi karena tekanan terhadap dakwah dan persatuan umat. Demikian pula para pejuang Geger Cilegon yang bangkit melawan penjajahan dan perpecahan,” ujarnya.
Peringatan tahunan ini, lanjutnya, tidak hanya menjadi tradisi spiritual, tetapi juga wahana edukasi sejarah bagi generasi muda, agar perjuangan para pendahulu tidak terlupakan. (ril/ccn/fan)