“Anak-anak paling di bawah kan, kalau di atas enggak ada. Terus kita pakai tangga, kan. Yang namanya tangga 10 lantai, Pak, gimana jalannya,” sambungnya.
Jika pemerintah tetap bersikeras melanjutkan rencana relokasi ke rusunawa tanpa mempertimbangkan aspirasi dan opsi yang diajukan warga, mereka tidak memiliki pilihan lain selain pasrah dengan keadaan. Meskipun demikian, warga tetap berharap agar pemerintah menunjukkan kepedulian dan membuka ruang dialog.
“Ya, paling hanya berdoa kepada keluarga. Pasrah aja kami warga Sukadana,” tuturnya.
Saat ditanya mengapa warga tidak memilih menyewa rumah atau tinggal di perumahan milik pengembang, mereka menjelaskan bahwa opsi tersebut tidak realistis. Menurut warga, biaya sewa di kawasan perumahan atau developer bisa mencapai lebih dari Rp1 juta per bulan, sedangkan mayoritas warga di kampung tersebut hanya bekerja sebagai buruh musiman. “Sementara masyarakat kami itu, Pak, itu buruh serabutan. Paling cukup sehari bekerja untuk makan,” katanya.